Arak....antara Haram dan Mitos

on Isnin, 19 Januari 2009

Petikan warKah ilmu ini sedikit sebanyak diharapkan dapat membuka minda kita sebagai muslim....banyak "racun" yang dapat mengkaburi hati.... memalapkan jernih jiwa seorang muslim...renungkan dan fikirkan...bertindak mengikut akal yang waras....lakukan sesuatu untuk berubah.....serta cabaran bagi yang berilmu untuk menyumbang sesuatu bagi kemashlahatan ummah

Bagi konsumer di Sungai Petani, sudah ada alternatif bagi penggemar oriental cuisine meal... sama-sama nantikan kemunculannya.....
Wednesday, 16 April 2008

Halal Guide -- Seorang juru masak yang kebetulan muslim disebuah restoran Jepang mengakui bahwa arak itu haram hukumnya. Tetapi dia mengaku mendapat ilmu dari gurunya bahwa untuk masakan tertentu harus menggunakan arak tertentu pula. Kalau tidak pakai arak, masakan itu akan hambar dan tidak enak. Rasa arak memang sulit didefinisikan. Bukan karena alkoholnya, tetapi justru flavour dan aroma yang muncul itulah yang menghasilkan rasa tertentu. Malangnya arak telah dikembangkan berabad-abad dan diyakini sebagai bahan masakan yang lezat. Arak ditemukan hampir disemua suku bangsa sebagai bagian dari tradisinya.Di Cina, minum arak sudah menjadi budaya yang tak terpisahkan. Oleh karena itu kita mengenal dewa mabuk dalam cerita-cerita kungfu. Di Jepang budaya minum Sake telah terjadi selama berabad-abad. Di Eropa ada anggapan bahwa softdrink dan jus buah berkonotasi dengan anak-anak. Oleh karena itu pesta tanpa minuman keras dikatakan sebagai pestanya anak-anak.Budaya minuman keras rupanya bukan hanya monopoli budaya asing. Di Indonesia minuman memabukan itu telah dikenal dalam adat berbagi daerah di Indonesia. Orang Bali mengenal Brem, orang Jawa mengenal tuak, orang Sulawesi Utara mengenal Cap Tikus, dan berbagai minuman sejenis lainnya di daerah-daerah.Kesukaan pada minuman keras itu rupanya juga berimbas pada masakan dan makanan lainnya. Kegemaran akan aroma dan rasa khas yang terdapat pada arak itu ingin juga dimasukkan pada masakan. Oleh karena itu mulailah berbagai masakan dicampur dengan arak guna mendapatkan sensasi khas minuman keras.Budaya itu telah mengakar dan berlangsung secara turun-menurun hingga saat ini. Karena lekatnya masyarakat dengan barang haram itu, maka masakan itu menjadi kurang enak jika tidak ditambah arak. Sebenarnya enak dan tidak enak itu tipis sekali batasannya. Bagi orang Jawa yang sejak kecil sudah biasa makan terasi, tentu saja makan terasa hambar tanpa sambal terasi. Sebaliknya orang eropa akan nyengir diberi makan berterasi karena memang tidak biasa. Demikian juga dengan keju yang di fermentasikan.Bagi orang Eropa, makan berbagai fermented cheese adalah hal yang menarik. Tetapi bagi anda yang tidak biasa akan menganggapnya masakan busuk. Rasa sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, lingkungan sejak kecil dan faktor kebiasaan. Orang Belanda yang sudah lama hidup di Indonesia akan sangat menikmati hidangan asli Indonesia, karena sudah terbiasa. Demikian juga anak Indonesia yang lahir dan besar di Eropa, atau di biasakan dengan gaya Eropa akan lebih menikmati keju dan salad atau oncom.Saat ini berbagai masakan banyak menggunakan arak sebagai bahan penyedap. Meskipun dalam proses pemasakannya alkohol telah terbang, tetapi rasa dan aroma arak masih tetap menempel pada masakan tersebut. Hal yang sama akan terjadi pada masyarakat, karena dibiasakan dengan rasa dan aroma arak lama-lama masakan itulah yang dianggapnya enak. Konsumen akan lebih akrab dengan rasa dan aroma arak itu dibanding masakan lain.Kalau sudah demikian, maka benarlah anggapan sang juru masak tadi, bahwa masakan tanpa arak akan hambar. Hambar dan enak yang serba relatif, yang tercipta karena mitos yang ditanamkan selama bertahun-tahun. Mungkin oleh arak secara langsung, mungkin dari masakan yang menggunakan arak, atau mungkin juga dari flavour atau bahan perasa yang mengarah kepada arak

oleh Nur Wahid (LP POM MUI)


0 ulasan:

Catat Ulasan